MEMBERI MAKAN

Awalnya sempat bertanya.
Kenapa memberi makan justru jurus peradaban yang pertama.
Bukannya uang apa biaya ?

Ternyata punya biaya dan uang tak semua.
Apalagi dalam bentuk kaos malah problem saja.
Kalau kurang bagus selalu dikira macam - macam dan problema.
Juga belum tentu itu yang dirasa.

Kalau makanan langsung mengena.
Enak dan tidaknya langsung menyentuh selera.
Harganya juga tak seberapa.
Bahkan di kebun sendiri sebagian sudah ada.

Maka memberi tiap hari juga nyaman aja.
Yang di beri tiap hari juga bahagia.
Kalau menjadi tradisi indah juga di lihat mata.

Lihat masyarakat dipegunungan dan desa.
Ketika menyambut hari raya.
Makanan dan snack dari ujung ke ujung penuh semua.
Mereka saling berkunjung dan bercengkerama.

Tradisi itu sudah lama.
Tiap tahun di rindu dan di tunggu bahkan di hitung secara masa.
Yang sudah dikota dan luar negeri sekalipun di luangkan mudik untuk berjumpa.

Ujung ke ujung tiap tahun selalu jadi idola.
Bukan soal cengkerama.
Tapi makanan yang lama ndak ketemu juga menggugah selera.

Maka ketika ini menjadi syareat banyak yang menyambut gembira.
Bahkan sebelum di kukuhkan jadi syareat ini sudah menjadi panggilan jiwa.
Apalagi di kukuhkan,maka menjadi panggilan jiwa dan raga.

Kenapa ada masjid dan dan pengajian rame, tapi juga ada yang sepi dan mati tanpa peminatnya.
Padahal isinya luarbiasa.
Yang jadi pembicara juga istimewa.

Jawabannya mudah dan mengena, karena makanannya yang melimpah menggugah selera.
Kalau di tuduh pengajian cari makanan mereka juga tidak terima.
Karena mereka butuh pengajian untuk acara inti tapi juga makanan untuk acara "untu" menjaga.

Tak mengherankan di pengajian yang paling sibuk sie konsumsi karena yang paling utama.
Maka di buat syareat karena urgensinya yang tak terkira.
Pada zaman wali ini juga sebagai umpan dan senjata.

Karena peran dalam dakwahnya kentara.
Era sekarang juga tak berubah hampir sama.
Selama obyeknya manusia.

LihatTutupKomentar