Sunnah dalam wudhu
Dari Aisyah -radhiallahu anha- dia berkata:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعْجِبُهُ التَّيَمُّنُ فِي تَنَعُّلِهِ وَتَرَجُّلِهِ وَطُهُورِهِ وَفِي شَأْنِهِ كُلِّهِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam suka memulai dari sebelah kanan saat mengenakan sandal, menyisir rambut, bersuci, dan dalam seluruh urusan beliau.” (HR. Al-Bukhari no. 168 dan Muslim no. 268)
Dari Abu Hurairah dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ مَعَ كُلِّ ْوُضُوءٍ
“Sekiranya aku tidak khawatir akan memberatkan umatku, sungguh akan aku perintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali wudhu.” (HR. Ahmad dalam beberapa tempat dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Al-Irwa` no. 70)
Dari Umar dari Nabi -alaihishshalat
مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ يَتَوَضَّأُ فَيُبْلِغُ أَوْ فَيُسْبِغُ الْوَضُوءَ ثُمَّ يَقُولُ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ إِلَّا فُتِحَتْ لَهُ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ الثَّمَانِيَةُ يَدْخُلُ مِنْ أَيِّهَا شَاءَ
“Tidaklah salah seorang di antara kalian berwudlu, lalu bersungguh-sung
Dalam riwayat lain dengan lafazh:
مَنْ تَوَضَّأَ فَقَالَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
“Barangsiapa yang berwudhu lalu membaca: ASYHADU ALLA ILAHA ILLALLAH WAHDAHU LAA SYARIKALAH WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAN ABDUHU WARASULUH (Aku bersaksi bahwa tidak ada sembahan yang berhak disembah selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.”
Di antara kesempurnaan wudhu adalah disunnahkan untuk memulai dengan mencuci anggota wudhu yang sebelah kanan sebelum yang kiri, yakni pada kedua telapak tangan, tangan sampai siku, dan kedua kaki. Hanya saja berhubung hukumnya sunnah, maka barangsiapa yang memulai dengan yang kiri maka sungguh dia telah menyelisihi sunnah walaupun dia tidak berdosa dan wudhunya tidak makruh apalagi batal. Dan syariat memulai dengan yang kanan ini berlaku pada semua jenis amalan dan tindakan, berdasarkan hadits Aisyah di atas.
Kemudian, sebelum wudhu, seseorang juga disunnahkan untuk bersiwak. Siwak secara bahasa mempunyai dua makna:
.Akar kayu yang sudah ma’ruf (diketahui bersama) yang digunakan untuk membersihkan gigi.
.Pekerjaan membersihkan gigi.
Karenanya semua pekerjaan membersihkan gigi itu dinamakan bersiwak walaupun tidak menggunakan kayu siwak, menurut pendapat yang paling kuat. Maka jika seseorang tidak mempunyai kayu siwak, dia tetap bisa mengerjakan sunnah yang mulia ini dengan cara membersihkan giginya dengan pasta gigi, atau sekedar dengan sikat gigi atau dengan menggosok giginya dengan kain atau jari, dan seterusnya dari bentuk pekerjaan membersihkan gigi.
Walaupun demikian, tentu saja lebih utama seseorang itu bersiwak dengan kayu siwak, karena inilah yang datang dalam nukila perbuatan Nabi , bahwa beliau bersiwak dengan menggunakan kayu siwak.
Hadits Abu Hurairah tentang siwak di atas juga sebagai sanggahan kepada sebagian ulama yang memakruhkan atau melarang seseorang yang berpuasa untuk bersiwak/
Kemudian, sunnah terakhir yang tersebut dalam dalil-dalil di atas adalah sunnahnya berdoa setelah wudhu dengan doa yang ma`tsur di atas, dan Nabi -alaihishshalat