KUGAYUH GAYUNG PERAHUKU.

Gelap mulai menelan senja, aku pandangi tubuh dekilku belepotan tanah, campur keringat.

Di depanku, kendaraan yang makin banyak jumlahnya beradu cepat membawa pengendaranya berpacu dengan waktu mencapai tempat yang dituju, mungkin orang-orang yang disayang.

Tak seperti diriku... aku tak mengerti kapan ku bisa kembali ke gubug reotku di tepi sawah, rumah cintaku, tempat istri dan anak-anakku yang selalu kurindu. Ingat istriku yang meski kini tak secantik dulu lagi. Bagaimana mau cantik,hari-harinya habis buat urus anak kami yang masih kecil-kecil, membagi sedikit rejeki hasil curahan tenaga dan keringatku untuk bisa berpandai-pandai mencukup-cukupkan supaya kebutuhan pokok terpenuhi.

Itupun kutahu masih sangat jauh dari cukup. Seluruh kebutuhan pokok naik, sementara penghasilanku tak kunjung naik. Rasa-rasanya duitku makin kian sedikit tersisa untuk kubawa pulang, habis untuk aku makan sendiri. Nasi bungkus yang dulu seharga Rp. 3000,- kini hampir lima ribu. Meski begitu, istriku tak pernah mengeluh. Selalu aku disambut dengan senyum tiap aku pulang. Rindu juga aku dengan anak-anakku yang selalu merengek minta jajan.

Kadang menghabiskan seluruh akalku untuk mengalihkan perhatian mereka ketika harus kami lewati deretan penjual mainan di tontonan kampung, satu-satunya hiburan kami yang tentu ada setahun sekali. Saat manis, saat pedih silih berganti memenuhi jiwa, terutama dikala sunyi menyergap jiwa, kala senja mulai tertelan kelam, aku masih bergelut dengan tanah yang makin dingin...hanya menjadi seorang petani.

Nanti kala tak lagi mampu lututku menopang berat tubuhku yang tak lagi terkontrol oleh rasa kantuk, kan kubaringkan letih tubuhku, kan kubiarkan terlelap melayang indah di angkasa, terbang di antara taburan indah bintang-bintang, dalam hembusan wanginya angin, rayuan serangga malam dan percik embun pagi yang kan bangunkanku sambut esok hariku yang penuh harap demi anak-anakku.

Waktu umur pernikahanku menjelang enam tahun dan anak-anak sudah mulai sekolah,isteri saya banyak memberikan waktunya hanya kepada anak-anak.aku hanya seorang.pekerjakecil,sehingga isteriku sendiri melakukan semua pekerjaan rumah nyapu lantai rumah,mencuci,seterika dll. Seringkali dia bekerja hingga larut malam. Badannya mulai kurus,tdk secantik dulu lagi dan setiap hari kelihatan capek.

Suatu hari saya melihatnya sedang membersihkan tumpukan pakaian kotor di kamar mandi.Dahinya basah oleh cucuran keringat. Lalu aku pelan2 menghampirinya

"umi,biarkan aku membersihkan pakaian kotor ini".

Dia tersenyum,dan mempersilahkan saya meneruskan pekerjaan mencuci.

Bahagia rasanya melihat senyumnya.walauaku hanya membantunya mencuci.begitu indahnya senyumnya.

Walau hari hari kami lewati dengan kekurangan.namun berkah Alloh ternyata tak pernah jauh dariku..

Dengan hadirnya istriku.
LihatTutupKomentar