Apakah Filsafat Shalat itu?

. ♥¸.•*¨)
(¸.•´♥♥.¤*`¤ . ♥¸.•*¨)(¸.•´♥♥.¤*`¤
...


. ♥¸.•*¨)
(¸.•´♥♥.¤*`¤. ♥¸.•*¨)(¸.•´♥♥.¤*`¤


Ayat 45 surat Al-'Ankabut membahas filsafat agung shalat.
Ayat itu berbunyi,

"Sesungguhnya shalat itu mencegah[manusia] dari perbuatan yang keji dan
mungkar."

Pada dasarnya, hakikat shalat
adalah mengajak manusia untuk
mengetahui faktor pencegah
paling kuat (dalam diri manusia).
yaitu keyakinan terhadap wujud
Allah (permulaan) dan Hari
kebangkitan (ma'âd) yang berpengaruh kuat dalam
mencegah manusia dari melakukan perbuatan yang keji
dan mungkar.

Seseorang yang berdiri untuk
melakukan shalat dan mengucapkan
takbir, mengakui bahwa Allah,Dzat yang Lebih Baik dan
Lebih Tinggi dari segala yang ada dan akan mengingat semua kenikmatan yang telah diberikan oleh-Nya.

Dengan mengucapkan pujian dan
syukur, ia memohon curahan
kasih dan sayang-Nya, mengingat
hari pembalasan, mengakui
ketundukan, melakukan penyembahan kepada-Nya,
memohon pertolongan-Nya,
meminta petunjuk dari-Nya
untuk mendapatkan jalan yang
lurus, dan memohon perlindungan sehingga tidak
termasuk ke dalam golongan
orang-orang yang telah dimurkai
oleh-Nya serta tidak termasuk ke
dalam golongan orang-orang
yang tersesat. (Kandungan dari
surat Al-Fatihah).

Tanpa syak lagi, manusia yang
mempunyai kalbu demikian akan
memahami bahwa setiap langkah
perjalanannya akan mengarah
kepada sesuatu yang hak dan
benar, gerakannya akan menuju
kepada kesucian dan kesempurnaan,dan lompatannya
akan melesat ke arah ketakwaan.

Manusia semacam ini, ketika
melakukan shalat dengan membungkukkan badannya untuk ruku',laksana seorang hamba dan meletakkan
dahi di atas permukaan tanah di haribaan suci-Nya untuk mengakui kebesaran dan
kemuliaan-Nya dan tenggelam dalam keagungan-Nya, serta menghapus segala ego dan kesombongan yang ada pada
dirinya.


Lalu ia pun akan mengucapkan
syahadat untuk memberikan
kesaksian atas keesaan-Nya dan
risalah Rasul-Nya.Setelah itu, ia
mengirimkan shalawat kepada utusan-Nya yang mulia, Rasulallah dan menengadahkan kedua tangannya di bawah mihrab sucinya-Nya untuk memohon belas kasih supaya dimasukkan ke dalam golongan hamba-hamba-Nya yang salih.


Semua faktor ini akan memunculkan semangat spiritual
dalam dirinya; sebuah gelombang besar yang mampu
melebur dan meluluhlantakkan
setiap dosa yang menumpuk di
hadapannya.


Amal semacam ini terulang
beberapa kali dalam sehari semalam. Bahkan, ketika ia
terbangun dari tidurnya di pagi
hari yang masih gulita pun, ia
telah tenggelam dalam kenikmatan mengingat-Nya.

Di pertengahan hari, ketika ia
telah disibukkan oleh kehidupan
materi, tiba-tiba suara takbir
muazin akan menghentakkan dan
menyadarkannya untuk
menghentikan sejenak apa yang
sedang dikerjakannya, kemudian
bergegas mempersiapkan diri
menghadap ke pelukan Sang
Kekasih. Bahkan pada akhir hari
dan permulaan malam sebelum
menuju ke tempat istirahatnya
pun, ia masih menyempatkan diri
untuk mencurahkan seluruh isi
hatinya, mengadu, menangis,
meratap, berkeluh kesah kepada
Sang Pemilik Hati dan menciptakan hatinya sebagai
pusat cahaya-Nya.


Setelah itu dan untuk selanjutnya,pada saat menyambut kedatangan shalat,
terlebih dahulu ia akan memulainya dengan mencuci dan menyucikan diri,menjauhi segala hal yang haram dan menghindarkan diri dari kemarahan,kemudian bergegas mendatangi tempat Sang Kekasih yang penuh dengan persahabatan.


Demikianlah,seluruh faktor ini
mempunyai efek dalam mencegah diri ketika berhadapan dengan hal-hal yang keji dan mungkar.

Hanya saja, efek shalat itu sesuai
dengan terpenuhinya syarat-
syarat kesempurnaan dan ruh
ibadah dalam mencegah diri dari
perbuatan keji dan mungkar,yang
terkadang hal ini dapat membentuk sebuah sistem
kontrol pada segala kondisi,
terkadang pula pada kondisi-
kondisi tertentu dan terbatas.
Adalah mustahil terjadi jika
seseorang yang telah melakukan
shalat tidak mendapatkan
sedikitpun efek dari apa yang
telah ia lakukan, betapapun
shalat yang dilakukannya hanya
bersifat formalitas saja dan
betapapun orang yang melakukan shalat adalah orang
yang bergelimang dengan dosa.

Tentu saja pengaruh dari shalat
yang dilakukan oleh orang-orang
semacam ini tidak akan pernah
mendapatkan hasil yang maksimal. Namun, bila mereka
meninggalkan shalat, sudah pasti
akan semakin hanyut dan
bergelimang dalam perbuatan-
perbuatan dosa.

Lebih jelas ditekankan bahwa
pencegahan shalat dari perbuatan keji dan mungkar
memiliki derajat dan tingkatan
yang berbeda-beda. Dan setiap
shalat apabila diukur dengan
perhatian terhadap syarat-syarat
yang dimilikinya, akan mampu
menduduki sebagian dari derajat-derajat tersebut.


Di dalam salah satu hadis, dinukil
bahwa Rosululloh bersabda
"terdapat seorang pria muda dari kaum Anshar yang senantiasa mengikuti shalat yang dilakukan oleh Rasul. Tetapi,pada sisi lain ia masih senantiasa bergelimang dalam berbagai maksiat. Lalu, hal ini disampaikan kepada Rasul .
Setelah mendengar laporan ini
beliau bersabda,

"Suatu hari nanti shalatnya dapat
mencegahnya dari perbuatan-
perbuatannya tersebut."

Sedemikian pentingnya pengaruh
shalat, hingga pada sebagian
riwayat Islam disebutkan bahwa
bias yang akan muncul dari pelaksanaan shalat akan menjadi
tolok ukur apakah shalat yang
dilakukan oleh seseorang telah
diterima di sisi-Nya ataukah
belum.


Imam Ash-Shadiq a.s. dalam salah satu hadis berkata,

"Seseorang yang ingin melihat
apakah shalatnya telah diterima
oleh Allah atau belum, hendaklah ia melihat apakah shalat yang telah dilakukannya ini dapat mencegahnya dari perbuatan yang keji dan mungkar atau tidak?

Sejauh mana ia telah tercegah dari hal-hal tersebut, sekadar itu pulalah shalat yang dilakukannya telah dikabulkan di sisi-Nya".

Kelanjutan ayat di atas menegaskan,
"Dan sesungguhnya mengingat Allah itu adalah lebih besar [keutamaannya dari ibadah ibadah yang lain]."

dzahir ungkapan ini menjelaskan
sisi lain dari filsafat shalat. Bahkan, ia mempunyai kedudukan lebih tinggi dan lebih penting dari mencegah perbuatan keji dan mungkar itu
sendiri. Efek tersebut adalah,bahwa dengan melakukan shalat, manusia dituntun untuk
senantiasa mengingat Allah.
Hal ini merupakan akar dari
segala kebaikan dan kebahagiaan.

Bahkan, dapat diakui bahwa unsur utama dari pencegah perbuatan keji dan mungkar adalah mengingat Allah (dzikrullah). Keutamaan mengingat Allah dikarenakan
dzikir merupakan sebab dari
pencegahan tersebut.

Pada prinsipnya, mengingat Allah
merupakan inti detak kehidupan kalbu manusia dan puncak ketenangan hati. Tidak ada sesuatu pun selainnya yang
bisa mencapai tingkatan semacam ini.

Di dalam surat Ar-Ra'd [13], ayat
28 ditegaskan,

"Ketahuilah bahwa dengan mengingat Allah hati menjadi tentram."

Pada dasarnya, ruh seluruh
ibadah -baik ibadah shalat
maupun selain shalat- adalah
mengingat Allah.

Berbagai bacaan,gerakan,mukaddimah,ta'qîb, doa,dan selainnya yang
dilakukan dalam shalat,sebenarnya adalah untuk menghidupkan ruh zikir kepada
Allah di dalam hati manusia.

Perlu diperhatikan bahwa di
dalam ayat 14 surat Thaha telah
diisyaratkan prinsip filsafat
shalat.

Kepada Nabi Musa a.s.
Allah berfirman,
"Dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku."

Dalam sebuah hadis diriwayatkan dari Mu'adz bin Jabal bahwa Rasulullah bersabda,

"Tidak ada sesuatupun yang lebih baik dari amal manusia yang bisa
menyelamatkan mereka dari
azab Ilahi selain mengingat-Nya."

Lalu, Mu'adz bertanya kepada
beliau,

"Meskipun jihad di jalan Allah?"
Beliau menjawab,

"Iya! Karena Allah berfirman,
'Sesungguhnya mengingat Allah
adalah lebih besar[keutamaannya dari ibadah ibadah yang lain].'"


Subhanalloh.
semoga bermanfaat.


. ♥¸.•*¨)
(¸.•´♥♥.¤*`¤. ♥¸.•*¨)(¸.•´♥♥.¤*`¤
LihatTutupKomentar