Medahulukan urusan akhirat
Pada masa Bani Ummayah berkuasa di Damaskus, hiduplah orang saleh bernama Hamid Al-Laffaf. Saat ini, ia sedang merasa bingung. Ketika ia hendak berangkat shalat Jumat, Hamid mendapat kabar kalau keledainya hilang dan tepung untuk persediaan makan mereka ikut menghilang.
"Betapa menyedihkan hidupku ini. Ladangku juga belum sempat aku sirami," pikir Hamid. "Jika aku pergi shalat Jumat, apakah kejadian buruk akan menimpaku juga?"
"Kenapa kau terlihat bingung?" tanya Istrinya yang tiba-tiba sudah ada di hadapannya. "Berdiam diri tidak akan menyelesaikan semuanya," lanjutnya.
"Aku tahu. Kalaupun aku mencarinya sekarang, keledai kita mungkin sudah pergi jauh. Bukankah aku seka¬rang harus menunaikan shalat Jumat?" ucap Hamid.
"Kalau begitu, berangkatlah, Suamiku. Kau pasti lebih tahu yang seharusnya."
"Ya, dunia ini hanya jalan, sedangkan akhirat adalah tujuan kita. Janganlah hiruk-pikuk di tengahjalan memalingkan kita untuk mencapai tujuan. Aku memutuskan untuk mendahulukan urusan akhirat," tegas Hamid.
Hamid pun bersiap-siap untuk berangkat shalat Jumat. Kewajiban memang harus didahulukan. Sementa¬ra pekeijaan ditinggalkan, ia bertawakal kepada Allah. Ketika Hamid pulang dari masjid, sebelum sampai ke rumah, ia melewati ladangnya. Hamid sangat heran, ia melihat ternyata ladangnya sudah ada yang menyirami. Kemudian, ia sengaja pergi ke kandang dan keledainya pun sudah ada di sana. Ketika tiba di rumah, Hamid tak sabar bertanya pada istrinya. Rupanya, istrinya tengah membuat adonan tepung untuk membuat kue.
"Kau sudah mendapatkan tepungmu, Istriku. Demikian pula dengan keledaiku. Ia sudah ada di kandangnya dan ladangku sudah ada yang menyirami. Bisakah kau menjelaskan semua peristiwa ini?" tanya Hamid penasaran.
Istrinya menjelaskan, "Tadi aku mendengar suara ringkikan di luar rumah. Ternyata yang meringkik itu suara keledai kita. Ia ketakutan karena di belakangnya ada harimau. Setelah keledai masuk ke dalam rumah bersamaku, harimau itu pergi.
Lalu, aku masukkan ia ke kandang. Mengenai ladang, sebenarnya tadi ladang yang bersebelahan dengan ladang kita sedang disirami oleh pemiliknya. Namun, ia ketiduran dan airnya terus mengalir sampai ke ladang kita. Kalau masalah tepung, ternyata tepung milik kita terbawa pulang oleh tetangga kita yang sama-sama sedang menggiling tepungnya. Tetapi setelah ia sampai di rumah, ia baru sadar bahwa tepung itu bukan miliknya. Oleh karena itu, tadi ia mam¬pir ke sini untuk mengantarkan tepung milik kita."
Bukan main gembira dan bersyukurnya Hamid mendengar semua penjelasan istrinya. Ia lalu menengadahkan tangan dan berdoa. ‘Ya Allah, hamba telah melaksanakan satu kewajibanku kepada-Mu. Kau kemudian
membahasnya dengan menyelesaikan tiga pekeijaaanku. Demi Allah, hanya kepada-Mu hamba bersyukur."
"Sebenarnya, kita beribadah itu bukan untuk Allah, melainkan untuk diri kita sendiri. Karena Allah Maha Membalas terhadap hamba-hamba-Nya