Tingkatan Manusia Disaat Musibah
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Para ulama menyebutkan bahwa saat musibah terjadi, manusia meiliki empat tingkatan, yaitu :
Tingkatan Pertama, yaitu sabar; Ini hukumnya wajib
Tingkata Kedua, yaitu reala; hukumnya sunnah menurut pendapat yang paling kuat. Bedanya sabar dan rela adalah bahwa seorang penyabar terbiasa merasakan pahitnya kesabaran, dan apa yang terjadi membuatnya menderita. Akan tetapi, ia tetap menahan dirinya untuk tidak mengaduh atau mengeluh. Adapun orang yang rela, sebuah musibah terasa dingin dalam hatinya dan ia tidak lagi merasakan pahitnya kesabaran. Seorang yang rela kondisinya lebih sempurna daripada seorang penyabar.
Tingkatan Ketiga, syukur; yaitu bersyukur kepada Allah Subhanahu wata’ala atas musibah yang ditimpakan kepadanya. Jika ada orang yang bertanya, “Bagaimana seorang bersyukur atas musibah yang dideritanya ?”. Jawabnya, bersyukur atas musibah bisa dilakukan dengan berbagai cara.
Pertama, membandingkan musibah itu dengan musibah lain yang lebih besar. Bila sesorang membandingkan musibah dunia dengan musibah agama, niscaya musibah dunia akan terasa lebih ringan baginya. Dengan demikian, ia akan bersyukur kepada Allah, sebab Allah tidak menimpakan musibah yang lebih berat kepadanya.
Kedua, menanti pahala atas musibah yang dialaminya. Setiap kali musibah itu semakin berat dimatanya, ia menganggap bahwa pahalanya akan semakin besar.
Para ulama suka menceritakan beberapa wanita ahli ibadah yang sering dilanda musibah. Diwajah mereka tidak tampak kepanikan atau keluhan sedikitpun. Ketika kepada mereka ditanyakan hal tersebut, mereka menjawab, “Manisnya pahala dari musibah ini membuatku melupakan pahitnya kesabaran dalam menghadapinya”.
Tingkatan Keempat, benci dan mengeluh. Ini adalah sikap yang diharamkan, bahkan termasuk dosa besar. Rasulullah Shalahu alaihi wasaalam. bersabda “Bukanlah termasuk golongan kita orang yang memukul-mukul pipinya, menyobek jubahnya dan tradisi Jahiliyah” (HR. Bukhari dalam bab “al-Jana’iz” tentang Laisa Minna Man Dharaba al-Khudud, no. 1297)
Source Referensi :
Al-Yamani, Abdullah.2009.S