Aku dan sebuah realita dari wanita yang dihalangi untuk menikah
Terlalu banyak realita yang telah ku lihat, berita yang telah ku dengar, sebuah kesedihan yang mendalam, sebuah kesengsaraan dalam hidup yang justru dilakukan oleh orang-orang yang mencintainnya. Dilatarbelakangi karena jauhnya dari ilmu syar’i, dibungkus dengan hawa nafsu dan dipoles dengan pola pikir yang keliru akhirnya berujung pada menyengsarakan orang-orang yang dicintainya bahkan buah hatinya sendiri tanpa disadari. Sepenggal cerita dibawah ini, semoga mewakili dari sekian banyak orang yang mengalaminya.
Sebuah kisah tentang seorang anak perempuan yang melaknat ayah kandungnya sendiri, dikarenakan ayahnya melarangnya untuk menikah, memiliki keturunan yang baik – baik dan menjaga kemaluannya dengan menikah. Berbagai alasan dikemukakan sang ayah, mulai dari alasan fisik sang laki-laki yang ingin menikahi, alasan status sosial dan alasan lainnya. Sampai akhirnya anak perempuannya tersebut semakin tua dan tidak menikah.
Menjelang ajalnya, sang ayah meminta anak perempuannya untuk memaafkannya, namun sang anak mengatakan “Aku tidak mau memaafkan ayah yang telah membuatku menderita dan menyesal. Ayah yang telah menghalangiku dari hakku dalam hidup ini. Untuk apa aku menggantungkan segudang ijazah dan sertifikat di dinding rumah yang tidak akan pernah dilalui seorang bocah pun? Untuk apa ijazah dan gelar menemani tidurku dipembaringan, sementara aku tidak menyusui seorang bayipun dan tidak mendekapnya dipelukkanku. Aku tidak bisa berbagi cerita kepada laki-laki yang aku cintai dan sayangi, yang mencintai dan menyayangiku dan cintanya tidak seperti cinta ayah. Pergilah dan sampai bertemu pada hari kiamat nanti. Dihadapan Dzat Yang Maha Adil dan tidak pernah mendzalimi. Dzat yang memutus segala perkara. Dan Dzat yang tidak merampas hak seorangpun! Aku tidak akan pernah rela kepada ayah hingga tiba masa pertemuaan dihadapan Yang Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui.”
Atau Sebuah akhir yang memilukan.
Seorang anak perempuan yang dihalangi ayahnya untuk menikah karena ayahnya menolak ta’addud (poligami), setiap kali datang kepadanya laki-laki yang ingin meminang putrinya, ia menolaknya, sampai putrinya berumur 40 tahun. Kemudian, putrinya ditimpa penyakit kejiwaan akibat sikapnya itu dan penyakitnya kian bertambah parah sehingga dirawat dirumah sakit. Ketika menjelang wafat, ayahnya mengunjunginya. Dia berkata kepada ayahnya, “ Mendekatlah kepadaku, mendekatlah,” ia berkata lagi, “kemarilah lebih mendekat.” Ayahnya mendekat. Kemudian, ia berkata kepada ayahnya, “katakan amin”, ayahnya berkata “amin”, Kemudian untuk kedua kalinya ia berkata, “katakan amin”, ayahnya berkata “amin”, Lalu ia berkata kepada ayahnya, “semoga Allah menghalangimu dari surga sebagaimana kamu telah menghalangiku dari menikah dan mendapatkan anak.” Setalah itu ia wafat
Tak bisa ku bayangkan kesedihan dan penderitaan mereka, yang membuat hati ini pilu jika mendengar, melihat kisah dan kehidupan mereka.
Tak tahu apa yang harus ku ketik pada kertas ini kecuali sebuah ayat yang semoga meyadarkan kita semua terutama para wali dari para wanita yang berada dibawah kewaliannya.
وَإِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَبَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلا تَعْضُلُوهُنَّ أَنْ يَنكِحْنَ أَزْوَاجَهُنَّ إِذَا تَرَاضَوْا بَيْنَهُمْ بِالمَعْرُوفِ ذَلِكَ يُوعَظُ بِهِ مَنْ كَانَ مِنْكُمْ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكُمْ أَزْكَى لَكُمْ وَأَطْهَرُ وَاللهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ
“ Apabila kamu mentalak (mencerai) isteri-isterimu, lalu habis masa iddahnya, maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka menikah lagi dengan bakal suaminya, apabila telah terdapat kerelaan diantara mereka dengan cara yang ma’ruf. Itulah yang dinasihatkan kepada orang-orang yang beriman diantara kamu kepada Allah dan hari kemudian. Itu lebih baik bagimu dan lebih suci. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (Qs. Al Baqarah : 232)
Sebuah ayat yang menjelaskan kepada kita semua, tentang tidak bolehnya seorang wali menghalang – halangi untuk menikahkan orang yang berada dibawah kewaliannya, jika mereka telah saling ridho tanpa alasan yang dibenarkan oleh syariat islam. Dari mulai alasan calon suaminya belum mapan, atau alasan agar putrinya menyelesaikan studinya dulu atau meniti karirnya dulu, atau karena alasan adat dan uang atau karena alasan mahar sampai pada alasan tidak mau putrinya dipoligami.
Berkata Asy Syaikh Abdurrahman As Sa’di Rahimahullah : “ Pembicaraan ayat ini kepada para waIi dari perempuan yang dicerai dengan perceraian yang bukan perceraian yang ketiga apabila telah habis masa iddah. Dan mantan suaminya menginginkan untuk menikahinya kembali dan perempuannya ridho dengan hal itu. Maka tidak boleh walinya melarang untuk menikahkannya karena marah atas laki-laki tersebut, atau tidak suka dengan perbuatannya karena perceraian yang pertama” (Taisirul Karimir Rahman, pada ayat ini)
Berkata Ibnu Katsier Rahimahullah: ( ذَلِكَ يُوعَظُ بِهِ مَنْ كَانَ مِنْكُمْ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ : Itulah yang dinasihatkan kepada orang-orang yang beriman diantara kamu kepada Allah dan hari kemudian ) Maksudnya inilah yang Kami (Allah) larang, yaitu tindakan para wali yang menghalangi pernikahan wanita dengan calon suaminya, jika masing-masing dari keduanya sudah saling meridhai dengan cara yang ma’ruf, hendaknya ditaati, diperhatikan dan diikuti” (Tafsir Ibnu Katsier pada ayat ini)
Ku hanya ingin mengatakan kepada para wali bertakwalah kepada Allah, takutlah kalian kepada Allah atas perbuatan kalian dari menghalangi untuk menikahkan wanita – wanita yang berada dibawah kewalian kalian tanpa alasan yang dibenarkan dalam agama ini. Karena hal itu adalah sebuah tindakan kedzaliman atas mereka.
Apakah kalian rela mempertaruhkan kebahagian putri-putri kalian hanya karena uang, studi disekolah – sekolah ikhtilat, karir, adat atau perkara lainnya sehingga menghalangi putri-putri kalian menikah dengan laki-laki sholeh pilihannya.
Oleh : Abu Ibrahim Abdullah