## RENUNGAN JUM’AT ##

Malik bin Dinar berkata,

Suatu hari aku mendatangi pekuburan untuk mengambil pelajaran darinya. Aku kemudian merenung.

Lalu tiba-tiba aku melihat Bahlul al-Majnun tengah duduk di antara kuburan.

Dia tampak memandang ke arah langit seraya berdoa penuh ketundukan. Sesaat kemudian dia menundukkan pandangan ke bumi dan tampak merenung. Lalu dia menengok ke arah kanan, lalu tersenyum. Kemudian menengok ke arah kiri, kemudian menangis.

Aku lalu mendatanginya seraya mengucapkan salam.

Aku berkata, ”Apa yang engkau lakukan di kuburan ini.”

Dia menjawab, ”Aku duduk-duduk diantara mereka yang tidak akan menyakitiku, dan mereka tidak akan menggunjingiku saat aku pergi.”

Lalu aku bertanya tentang apa yang dilakukannya dengan memandang ke arah langit, bumi, dan menoleh ke arah kanan dan kiri seperti yang barusan kusaksikan.

Dia menjawab,

”Wahai Malik, bila aku memandang ke arah langit, aku teringat firman Allah Ta’ala, ’Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu dan apa yang dijanjikan kepadamu’ (Az-Zariyat [51]: 22).

Sudah semestinya orang yang mendengar ayat itu berdoa memohon sepenuh hati.

Apabila memandang ke bumi, aku teringat firman Allah Ta’ala, ’Darinya (tanah) itulah Kami menciptakan kamu dan kepadanyalah Kami akan mengembalikanmu
, dan darisanalah Kami akan mengeluarkan kamu pada waktu yang lain’ (Taha [20]: 55)

Sudah semestinya orang yang mendengar ayat ini merenung.

Apabila aku menengok ke arah kanan, aku teringat firman Allah Ta’ala, ’Dan golongan kanan, alangkah mulianya golongan kanan itu’ (Al-Waqi’ah [56]: 27).

Sudah selayaknya orang yang mendengar ayat ini tersenyum.

Jika aku memandang ke arah kiri, aku teringat firman Allah Ta’ala, ’Dan golongan kiri, alangkah sengsaranya golongan kiri itu. (Mereka) dalam siksaan angin yang sangat panas, dan air yang mendidih, dan naungan asap yang hitam’ (Al-Waqi’ah [56]: 41-43).

Sudah sepantasnya orang yang mendengar ayat ini menangis.

Demikianlah, begitu banyak ibrah yang bisa kita petik dari kisah ini. Sesungguhnya orang-orang shaleh itu hatinya selalu terpaut dengan akhirat. Ia selalu berdoa dengan harap cemas. Dan amat takut bila membayangkan siksa neraka yang pedih.

Sementara kita yang berbalut kelaliman dan kesalahan tak mau memetik pelajaran dari orang-orang yang telah pergi, acuh tak acuh dengan azab kubur dan neraka. Tak mau mendoakan saudara-saudara seiman yang telah mendahului kita.

LihatTutupKomentar