Sikap Wara’ 4 Sahabat RodhiAllohu'Anh {Abu Bakar as-Siddiik radiyallahu anhu.Umar Ibnu al-Khathab radiyallahu anhu.Utsman bin Affan radiyallahu anhu.Ali bin Abi Thalib radiyallahu anhu.}


assalamualaikum warohmatullohi wabarokaatuhu

1.Abu Bakar as-Siddiik radiyallahu anhu

Orang terbaik umat ini, pengganti Rasulullah dan yang menemani Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasalam di goa, sahabat karib Nabi, mentrinya yang setia, Abdullah bin Abu Kuhafah Utsman al-Qurasy at-Tamimy .

Aisyah radiyallahu anha berkata:
“Abu bakar memiliki seorang budak yang bertugas mengumpulkan keuntungan dari usaha-usaha bagi hasilnya. Dari hasil itulah Abu Bakar makan. Pada suatu kali budak itu datang membawa makanan dan Abu Bakar pun memakannya. Berkatalah budak itu kepada Abu Bakar:

“Tahukah engkau apa yang sedang engkau makan itu?”

“Apa ini?” Tanya Abu Bakar.

“Ketika di masa jahiliah dahulu aku menjadi paranormal untuk seseorang, padahal aku tidak mengerti perdukunan, selain membodohinya. Diapun memberiku imbalan. Yang sedang engkau makan adalah termasuk hasil darinya.”

Segera Abu Bakar memasukkan jarinya ke dalam mulutnya dan memuntahkan segala yang telah masuk perutnya.”


2.Umar Ibnu al-Khathab radiyallahu anhu

Dia berkun-yah Abu Hafs al-’Adawy. Gelarnya al-Faaruq, menteri Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasalam. Yang menguatkan Islam dan menaklukkan negeri-negeri. Dia juga digelari as-Soodiq (yang jujur). Perkataannya mengandung ilham. Yang dikatakan oleh Nabi:

“Seandainya setelahku ada nabi, Umar orangnya.”

Setan lari menghindar darinya. Dan dia adalah orang yang tinggi keimanannya.

Dari Nafi, bahwa Umar bin al-Khathab radiyallahu anhu membagi hasil harta rampasan perang untuk kaum Muhajirin generasi pertama sebesar 4000 dirham setiap orangnya. Sedangkan untuk Ibnu Umar (putranya sendiri) hanya 3500 dirham. Sehingga ada yang berkomentar:

“Dia juga termasuk Muhajirin, kenapa kurang dari 4000.”

“Sesungguhnya yang berhijrah adalah kedua orang tuanya, itu tidak seperti berhijrah sendiri (tanpa pendamping orang tua, red).” Jawab Umar.

Dalam riwayat lain, Ismail bin Muhammad bin Saad bin Abi Waqas berkata:

“Dikirimkan kepada Umar minyak misk dan anbar dari Bahrain. Umar berkata:

“Demi Allah, seandainya ada wanita yang pandai menakar untuk menakarkan minyak ini sehingga dapat aku bagi-bagikan kepada kaum muslimin.”

Maka istrinya, Atikah binti Zait bin Amr bin Nafil berkata:

“Aku pandai menakar, mari aku takarkan untukmu.”

“Tidak!” Sahut Umar.

“Kenapa?” Tanya istrinya.

“Aku khawatir kamu mengambilnya begini dan melakukannya begini –seraya memasukan jarinya ke sela-sela rambut di atas telinganya-, kemudian engkau mengusapkannya kelehermu, sehingga kamu mendapatkan lebihan dari hak kaum muslimin.” Jawab Umar. (dalam riwayat lain).

Dalam riwayat lain, Abdullah bin Muadz al-Anbari berkata: Naim berkata kepadaku dari (sahabiah) al-Athaarah katanya:

“Umar pernah menyerahkan minyak wangi kaum muslimin kepada istrinya untuk dijualkan, agar hasil penjualannya dapat dibagikan kepada kaum muslimin. Istrinya menjualnya kepadaku. Ia menakar dengan cara menambahi atau mengurangi serta memecah gumpalan dengan giginya. (tak ayal) ada bagian yang menempel di jemarinya. Diapun menempelkan jemarinya kebibirnya (untuk membasahinya) lalu mengusapkannya ke kerudungnya. Ketika Umar datang, dia bertanya:

“Bau apa ini?”

Istrinya mengabarkan apa yang berlangsung. Umar berang:

“Engkau mengambil minyak kaum muslimin dan memakainya!”

Umar melepas kerudung istrinya kemudian mengambil air dan menyiramkan ke kerudung itu sambil menggosok-gosokan ke tanah, kemudian menciumi baunya, lalu menyiramnya lagi dengan air sambil mengosok-gosokkan ke tanah, kemudian menciumi baunya dan mengulanginya lagi sebanyak yang Allah kehendaki.

Al-Athaarah melanjutkan:

“Dikesempatan lain aku mendatanginya lagi (untuk membeli minyak). Ketika dia menakarkan untukku, sesuatu dari minyak wangi kembali menempel di jemarinya. Diapun menempelkan jemarinya kebibirnya (untuk dibasahi) lalu mengusapkannya ke tanah. Akupun berkata:

“Dulu engkau tidak melakukan seperti ini?”

Istri umar menjawab:

“Apakah engkau lupa dengan apa yang dilakukan Umar? Aku mendapatkan begini dan begini.”

Dalam riwayat lain dari Hisyam bin Urwah dari ayahnya dari Ashim bin Umar dari Umar, dia (Umar radiyallahu anhu, red) berkata:

“Tidak halal bagiku makan dari harta kalian selain sebagaimana aku memakannya dari pokok hartaku; roti dengan minyak atau roti dengan mentega.”

Terkadang bila didatangkan keju yang dibuat dari minyak atau mentega dia meminta izin kepada kaum muslimin dengan berkata: aku adalah orang arab tidak dapat terus menerus memakan minyak.”

Dalam riwayat lain Qotadah berkata: “Dahulu aku menjadi penanggung jawab baitul mal di masa pemerintahan Umar. Ketika menyapu baitul mal, kudapati sekeping dirham. Akupun memberikannya kepada Ibnu Umar (putra umar), lalu pulang. Tetapi kemudian datang utusan Umar memanggilku. Ketika tiba, sekeping dirham itu sudah berada ditangan Umar. Umar berkata kepadaku:

“Celaka engkau, apakah ada sesuatu atasku dalam dirimu?! ada masalah apa antara aku dan engkau?!

“Ada apa amirul mukminin?” Tanya Qatadah.

“Apakah engkau ingin umat Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasalam menuntutku (di akhirat) karena sekeping dirham ini?! Tegas Umar.


3.Utsman bin Affan radiyallahu anhu.

Dia adalah Abu Amar al-Umawi. Bergelar Zuu an-Nurain (pemilik dua cahaya –maksudnya yang menikahi dua putri Nabi-). Malaikat malu kepadanya. Dia yang mengumpulkan umat pada satu mushaf setelah berselisih. Yang menaklukan Khurasan dan Magrib. Termasuk dari generasi awal lagi jujur. Senantiasa menegakkan solat malam dan berpuasa. Yang menginfakkan hartanya di jalan Allah dan yang dipersaksikan oleh Rasulullah sebagai penghuni surga. Dia dinikahkan dengan dua putri Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasalam, Ruqoyyah dan Ummu Kultsum. semoga Allah meridhoi semuanya. Mereka yang memperhatikan saat peristiwa pengumpulan Al-Qur’an, akan tahu kedudukan dan kemuliaannya.

Dari Syarhabil bin Muslim bahwa Utsman menjamu orang-orang dengan makanan bangsawan, sementara dia sendiri masuk rumahnya dan makan (roti) campur zuka dan minyak.


4.Ali bin Abi Thalib radiyallahu anhu

Kun-yah nya adalah Abu al-Hasan al-Haasyimiy, dikenal sebagai hakim ummat. Bergelar Farisul Islam (penunggang kuda Islam). Menantu Rosulullah. Termasuk yang dahulu masuk Islam. Tidak pernah gagap dalam bicara. Yang berjihad di jalan Allah dengan kesungguhan. Yang bangkit dengan ilmu dan amal. Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasalam mempersaksikannya sebagai penghuni surga. Nabi berkata:

“Siapa yang aku sebagai pelindung/pemimpinnya, maka Ali adalah pelindung/pemimpinnya.”

Dan sabdanya:

“Engkau bagiku seperti posisi Nabi Harun pada Nabi Musa, hanya saja tidak ada nabi setelahku.”

Sabdanya yang lain:

“Tidak ada yang mencintaimu kecuali dia itu seorang mukmin, dan tidak ada yang membencimu melainkan dia itu munafik.”

Dari Abdullah bin Umair, dari seseorang yang berasal dari Tsaqif menceritakan bahwa Ali radiyallahu anhu menugaskan Abdullah bin Umair memimpin daerah Akbari, bagian wilayah Kufah. Ali berkata kepadanya:

“Shalatlah zuhur di tempatku.”

“Akupun mendatanginya karena tidak ada alasan bagiku untuk tidak mendatanginya. Ketika sampai, aku dapati padanya ada cawan berisi air dan cangkir. Lalu dia meminta dibawakan bathiah (mangkuk) , membuka tutupnya dan makan dengan rebusan air kacang. Maka akupun berkata:

“Wahai Amirul Mukminin, engkau mengkonsumsi seperti ini di Irak padahal Irak memiliki makanan yang lebih dari ini.”

Dia berkata:

“Demi Allah, tidaklah aku lakukan hal ini karena bakhil terhadap makanan, dan engkau tahu bahwa tidak ada yang lebih menjaga milikku daripada aku. Aku tidak suka mengadakan sesuatu yang tidak aku miliki. Dan aku tidak suka memasukkan sesuatu ke dalam perutku kecuali yang baik.

Dalam riwayat lain dikatakan oleh Umul Walad milik Ali radiyallahu anhu, dia berkata: “Pada suatu hari aku mendatangi Ali. Di hadapannya ada kurunful maksuf (seikat ranting semacam batang sirih yang berbau wangi, biasanya digunakan pada masakan). Akupun berkata kepadanya:

“Wahai Amirul Mukminin, berikan seutas qurunful itu untuk putriku!

Ali menjawab:

“Beri aku sekeping dirham! -seraya menjulurkan tangannya-. Sesungguhnya ini adalah harta kaum muslimin; bersabarlah sampai kuterima gajiku, maka akan aku berikan kepadamu.”.

Ali enggan memberiku sedikitpun darinya.”

Dalam riwayat lain, Abu Shaleh al-Hanafi berkata:

“Aku mendatangi Ummu Kultsum (putri Ali radiyallahu anhu).”

Ketika sampai Ummu Kultsum berkata:

“Jamulah Abu Shaleh!.”

Abu Shaleh diberi kari yang berisi kacang.

“Kalian memberiku ini padahal kalian adalah penguasa.” Komentar Abu Shaleh.

“Bagaimana jika engkau melihat Amirul Mukminin, Ali ketika diberi buah utruj Hasan atau Husain memintanya untuk anak-anak mereka, tetapi Ali enggan memberikannya dan memilih membagikannya kepada kaum muslimin. Jawab Ummu Kultsum.

Subhanakallahumma wabihamdika asyhadu alla ila ha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika

Silahkan di tag,share/copaz dan di sebarluaskan ,sekiranya ada manfaat.Semoga Alloh Azza wa Jalla berikan pahala kepada yang membaca, yang menulis, yang menyebarkan, yang mengajarkan dan yang mengamalkan… Aamiin yaa Alloh, Aamiin yaa Robbi, Aamiin yaa Alloh yaa Robbal’alaamiin
LihatTutupKomentar