Agar Selamat Dari Berbagai Fitnah



Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasalam bersabda:

“Sesungguhnya orang yang bahagia adalah yang dijauhkan dari fitnah-fitnah, dan barangsiapa yang diuji lalu bersabar, maka betapa indahnya.”

Di antara upaya yang bisa ditempuh agar seorang muslim selamat dari berbagai fitnah adalah:

1. Menyibukkan diri dengan menuntut ilmu (belajar Islam)
2. Menyibukkan diri dengan ibadah
3. Menyibukkan Diri Dengan Belajar Agama (Banyak Berguru dan Bertanya kepada ahlul ilmi /ulama)
4. Menyibukkan Diri dengan Banyak Berdoa

1. Menyibukkan diri dengan menuntut ilmu (belajar Islam)
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasalam bersabda:

“Barangsiapa yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala kehendaki kebaikan baginya niscaya Allah akan menjadikannya paham dalam agama.” (Muttafaqun alaih dari Mu’awiyah z)

Al-Hafizh Ibnu Hajar t berkata: “Yang dapat dipahami dari hadits ini adalah barangsiapa yang tidak berusaha untuk mempelajari agama, di mana dia tidak mempelajari kaidah-kaidah yang ada di dalamnya, juga tidak mempelajari segala sesuatu yang terkait dengannya berupa berbagai permasalahan cabangnya, sungguh dia telah diharamkan (terhalang) dari kebaikan.” (Fathul Bari 1/165)

Ummu Abdillah bintu Asy-Syaikh Muqbil mengatakan: “Termasuk pengarahan orangtuaku (yakni Asy-Syaikh Muqbil t) adalah ‘Bersungguh-sun
gguhlah kalian dalam belajar, sebelum datangnya hal-hal yang akan memalingkan kalian darinya.’ Dan kesibukan-kesibukan itu berbanding terbalik dengan mencari ilmu, mengulangnya, terlebih lagi menghafalnya. Semakin banyak kesibukan akan melemahkan ingatan. Oleh karena itulah, sebagian ulama ketika menduduki jabatan hakim, seperti Syarik bin Abdillah An-Nakha’i t, hafalannya menjadi jelek karena kesibukannya. Meskipun ada ulama lain yang ketika menjabat justru semakin bertambah banyak ilmunya. Permasalahan apapun yang dihadapkan kepadanya dia akan membahasnya, seperti Al-Imam Asy-Syaukani t. Barakah itu hanyalah dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala semata.” (Nashihati lin Nisa’ hal. 23)

Asy-Syaikh Muhammad Al-Imam hafizhahullah mengatakan: “Sesungguhnya, termasuk faedah mempelajari dan memahami ilmu agama ini adalah berusaha menempuh jalan yang akan menyelamatkan diri dari berbagai macam fitnah. Ini adalah keutamaan yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala karuniakan kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya.”

Beliau juga berkata: “Sesungguhnya keagungan agama Islam itu tersimpan dalam setiap ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits yang shahih dari Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasalam. Sehingga tatkala umat Islam menghadapi berbagai ujian dan cobaan, sudah ada jalan keluarnya di dalam ayat atau hadits tersebut. Bahkan, satu ayat atau hadits, bisa mengandung lebih dari satu jalan keluar. Sungguh, Islam datang membawa obat bagi setiap fitnah yang muncul, namun sedikit sekali orang yang terobati dengannya.

Sebagai contoh, ketika Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasalam meninggal, terjadi perbedaan pendapat di kalangan sahabat, apakah pakaian yang dikenakan beliau harus dilepaskan ketika dimandikan atau tidak. Tiba-tiba mereka mendengar perkataan “Jangan kalian lucuti pakaian Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasalam”, sehingga mereka tidak melakukannya. Mereka juga berbeda pendapat tentang siapa yang akan menjadi khalifah setelah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasalam meninggal. Abu Bakr z kemudian berkata: Aku mendengar Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasalam bersabda: “Quraisy adalah yang akan memegang urusan ini.” Sehingga para sahabat pun menyerahkan kedudukan tersebut kepada Abu Bakr z, karena beliau dari Quraisy.

Perhatikanlah bagaimana perbedaan di antara mereka dapat dengan mudah diselesaikan dengan berdasarkan ilmu dan tunduk kepada dalil serta penjelasan yang syar’i. Sehingga menuntut ilmu dan memahaminya adalah dasar atau fondasi setiap kebaikan. Hanya saja, menuntut ilmu dilakukan kepada ahlul ilmi yang lurus aqidahnya, selamat manhajnya, dan bagus niatnya. Kemudian, memilih kitab-kitab yang baik dan guru yang cerdas dalam memahami agama. Inilah hal-hal yang dicari oleh setiap orang yang mencari kebenaran.” (At-Tanbihul Hasan, hal. 26-27)

2. Menyibukkan diri dengan ibadah

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (Ali ‘Imran: 133)

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasalam bersabda:

“Bersegeralah kalian beramal (shalih) untuk menyelamatkan diri dari berbagai fitnah yang seperti potongan malam yang gelap. Di mana seseorang pada pagi hari dalam keadaan beriman lalu di sore harinya dia menjadi kafir. Ada pula yang di sore hari dalam keadaan beriman kemudian dia masuk waktu pagi menjadi kafir. Dia menjual agamanya untuk mendapatkan keuntungan dunia.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah z)

Asy-Syaikh Muhammad Al-Imam hafizhahullah berkata: “Bila setiap muslim menyibukkan diri dengan ibadah sebagaimana yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala kehendaki, niscaya tidak ada waktu yang terbuang sia-sia untuk terlibat dalam fitnah, berdebat dan berbantah-bantahan. Benarlah Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasalam ketika bersabda:

“Ada dua kenikmatan yang kebanyakan manusia tertipu padanya (terbuang sia-sia): nikmat kesehatan dan waktu luang.” (HR. Al-Bukhari dari Ibnu Abbas c)

Beliau hafizhahullah juga berkata: “Kata ibadah di sini mencakup seluruh jenis ibadah, seperti kejujuran, keikhlasan, perasaan dekat (diawasi) oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala, takwa, meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat, sabar, teguh di atas kebenaran, komitmen dalam belajar dan mengajarkan ilmu yang bermanfaat. Demikian pula amalan shalih yang lain seperti shalat dan puasa, dalam hal muamalah maupun akhlak, serta macam-macam ibadah lainnya.” (At-Tanbihul Hasan hal. 12)

Hal ini termasuk terapi yang sangat baik.

Demikian juga upaya untuk mengajarkan hal-hal yang bermanfaat bagi umat manusia. Bila semua orang menyibukkan diri dengan amalan masing-masing, niscaya tidak akan terjadi fitnah, seperti demonstrasi dan penggulingan kekuasaan. Semua ini adalah fitnah. Maka, alangkah agungnya terapi yang syar’i ini dan alangkah sedikitnya orang yang bisa mengambil manfaat darinya. (At-Tanbihul Hasan, hal. 14)


3. Menyibukkan Diri Dengan Belajar Agama (Banyak Berguru dan Bertanya kepada ahlul ilmi /ulama)

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” (An-Nahl: 43)

Allah Subhanahu Wa Ta’ala juga berfirman:

“Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut setan, kecuali sebagian kecil saja (di antaramu).” (An-Nisa’: 83)

Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di t berkata dalam tafsirnya:

“Ini adalah tuntunan adab dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala bagi hamba-hamba-Nya terhadap sikap mereka yang tidak sepantasnya ini. Selayaknya, apabila suatu berita yang penting atau terkait dengan kepentingan umat sampai kepada mereka –seperti berita yang berkaitan dengan keamanan, atau berita yang menggembirakan orang-orang yang beriman, atau urusan yang dikhawatirkan akan menimpa mereka– hendaknya mereka memperjelas kebenarannya terlebih dahulu dan tidak tergesa-gesa menyebarkannya. Namun hendaknya mereka menyerahkan urusan tersebut kepada Rasul Shalallahu ‘Alaihi Wasalam (semasa hidup beliau) atau menyerahkannya kepada ulim amri di antara mereka, yaitu orang-orang yang ahli menentukan pendapat, berilmu, penasihat, dan memiliki sikap tenang. Mereka adalah orang-orang yang memahami urusan-urusan tersebut dan dampaknya yang baik. Mereka juga orang-orang yang paham terhadap akibat jelek yang akan ditimbulkannya.

Sehingga, apabila mereka melihat kebaikan dan akan menggembirakan orang-orang yang beriman, atau justru akan membangkitkan kewaspadaan mereka terhadap musuh-musuhnya, niscaya mereka akan menyebarkannya. Namun apabila mereka melihat bahwa tidak ada kebaikan untuk disebarkan, atau mengandung kebaikan bila disebarkan tetapi dampak buruknya yang lebih besar, niscaya mereka tidak akan menyebarkannya.

Oleh karena itulah, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri).”

Maknanya, kata beliau t, mereka akan berusaha mengeluarkan hukum atau keputusan dengan pikiran dan pendapat yang tepat serta ilmu mereka yang mapan.

Dalam firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala ini terdapat dalil yang menunjukkan benarnya sebuah kaidah dalam adab, yaitu apabila terjadi pembahasan sebuah masalah yang sangat penting, sudah selayaknya urusan tersebut diserahkan kepada orang-orang yang ahli di dalamnya, dan tidak boleh ada yang mendahului mereka. Dengan cara ini, akan lebih mendekati kebenaran dan lebih selamat.

Disamping itu, firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala ini juga mengandung larangan dari sikap tergesa-gesa dalam menyebarkan berita setelah mendapatkannya. Yang diperintahkan justru untuk memerhatikan dan meneliti lebih dahulu sebelum menyebarkannya, apakah berita itu berupa kebaikan sehingga dapat disebarkan, ataukah sebaliknya.

Kemudian Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut setan, kecuali sebagian kecil saja (di antaramu).”

Maksudnya, bila bukan karena hidayah taufiq dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala, tuntunan dan ajaran terhadap hal-hal yang tidak kalian ketahui sebelumnya, niscaya kalian akan mengikuti bisikan setan, kecuali sedikit saja dari kalian yangselamat
LihatTutupKomentar